Dalam survei yang baru dirilis oleh platform pendidikan online Study.com, perusahaan menemukan 64 persen orangtua dan 67 persen lulusan perguruan tinggi yang disurvei percaya cryptocurency harus menjadi bagian dari pendidikan wajib.
Kedua kelompok ini memiliki pandangan yang sedikit berbeda ketika tentang blockchain, Metaverse dan NFT Namun, hanya sekitar 40 persen yang percaya mata pelajaran tersebut harus dimasukkan dalam kurikulum juga.
Untuk mengambil bagian dalam survei, orang tua dan lulusan perguruan tinggi disaring untuk memastikan tingkat pemahaman yang cukup tentang teknologi blockchain, kripto, NFT, dan Metaverse dan mendiskualifikasi siapa pun yang tidak memahami topik dari partisipasi.
Survei tersebut mencakup 884 orang tua Amerika dan 210 lulusan perguruan tinggi Amerika. Hasilnya datang di tengah meningkatnya kesadaran dan adopsi kripto di Amerika Serikat.
Survei tersebut menemukan baik orang tua maupun lulusan perguruan tinggi yang telah berinvestasi dalam kripto cenderung mengeluarkan uang untuk pendidikan kripto para anak-anaknya, dengan tiga perempat orang tua yang memegang kripto menyumbang rata-rata USD 766 atau sekitar Rp 11,3 juta untuk pendidikan kripto anak-anak mereka. University of Connecticut dan Arizona State University adalah beberapa perguruan tinggi yang berbasis di AS yang telah memperkenalkan kursus tentang teknologi blockchain dan aplikasi kripto.