Telegram, aplikasi perpesanan populer dalam ruang cryptocurrency, melampaui 500 juta pengguna aktif bulanan selama minggu pertama Januari, menurut kepala eksekutif Telegram Pavel Durov.

Dalam 72 jam terakhir, kata Durov, aplikasi tersebut telah mengalami lonjakan besar pada pengguna baru, dengan tambahan 25 juta orang mendaftar untuk menggunakan platform tersebut. Pengguna baru ini datang dari seluruh dunia, dengan mayoritas – 38% – berasal dari Asia.

Sebanyak 27% berasal dari Eropa, 21% dari Amerika Latin, dan 8% dari Timur Tengah dan Afrika Utara (wilayah Mena). Sekitar 200 juta orang menggunakan Telegram pada tahun 2018, yang berarti pertumbuhan pengguna telah melebihi 150% selama dua tahun.

Telegram mungkin mendapat manfaat dari perubahan kebijakan privasi di saingannya Whatsapp. Pembaruan terbaru untuk kebijakan privasi Whatsapp mengharuskan pengguna membagikan informasi pribadi mereka dengan perusahaan induk Facebook atau berhenti menggunakan layanan sama sekali.

Perubahan ini diyakini telah mendorong pengguna tidak nyaman berbagi lebih banyak data pribadi mereka dengan Facebook untuk meninggalkan Whatsapp, dan bergabung dengan pesaing yang berpusat pada privasi seperti Telegram atau Signal.

Tidak seperti aplikasi perpesanan pesaing lainnya, Telegram tidak membagikan data pribadi dan menawarkan obrolan terenkripsi.

Memposting di saluran Telegram pribadinya pada 12 Januari, Durov mengatakan:

“Orang tidak lagi ingin menukar privasi mereka dengan layanan gratis. Mereka tidak ingin lagi disandera oleh monopoli teknologi yang tampaknya berpikir bahwa mereka dapat melakukan apa saja selama aplikasi mereka memiliki banyak pengguna yang kritis.”

CEO Telegram menambahkan bahwa “dengan setengah miliar pengguna aktif dan pertumbuhan yang semakin cepat, Telegram telah menjadi tempat perlindungan terbesar bagi mereka yang mencari platform komunikasi yang berkomitmen pada privasi dan keamanan.”