Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) mencatat pajak kripto yang diterapkan di Indonesia lebih tinggi dibandingkan yang diterapkan di luar negeri.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022, atas penyerahan aset kripto, besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 1 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11 persen.
Bila perdagangan tidak dilakukan pedagang fisik aset kripto, maka besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 2 persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22 persen.
Sementara untuk pajak penghasilan, pada Pasal 19 disebutkan, penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang merupakan penghasilan yang terutang pajak penghasilan (PPh).
Penjual ini dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 0,1 persen. Bila penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2 persen.
“Fee transaksi ditambah pajak yang diterapkan oleh exchange lokal kalah kompetitif dengan exchange global yang lebih jauh rendah dengan rata rata trading fee mereka. Hal ini yang membuat nasabah beralih untuk mencari cost trading termurah,” kata Teguh, Ketua Umum Aspakrindo.
Dikutip dari Kumparan.