Layu sebelum berkembang. Pepatah yang sesuai untuk proyek ambisius ini. Pavel Durov, Pendiri dan CEO Telegram resmi mengakhiri proyek blockchain TON dan aset kripto Gram yang dibangunnya sejak tahun 2018, meskipun belum masuk tahap main net.
Hal ini disampaikan Durov pada Selasa, 12 Mei 2020 terkait perselisihan perusahaannya dengan Securities and Exchange Commission (SEC) di Amerika Serikat soal dana investasi pembelian aset kripto GRAM oleh sejumlah warga AS.
“Kami sangat bangga dengan hasilnya. Teknologi yang kami ciptakan memungkinkan pertukaran nilai dan ide yang terbuka luas, bebas dan terdesentralisasi. Ketika terpadu dengan Telegram, TON memiliki potensi untuk merevolusi cara orang menyimpan dan mentransfer dana beserta informasi. Sayangnya, pengadilan AS menghentikan TON. Jadi, kami tetap membuat keputusan sulit untuk tidak melanjutkan dengan TON,” kata Durov.
Inilah yang terjadi dengan TON dan aset investasinya (Gram). Seorang hakim di pengadilan AS menggunakan alasan ini: bahwa orang tidak boleh meminta untuk membeli atau menjual Gram seperti mereka dapat membeli atau menjual Bitcoin.
“Mungkin yang lebih aneh, pengadilan AS menyatakan Gram tidak bisa diterbitkan di Amerika Serikat, dan juga secara global. Mengapa? Karena, katanya, seorang warga AS dapat menemukan cara untuk mengakses platform TON setelah diluncurkan. Jadi, untuk menghindari hal ini, Gram tidak dapat dikeluarkan di mana saja di dunia ini,” katanya.
Beberapa hari sebelumnya TONLabs, perusahaan asal Swiss yang membantu Telegram untuk membuat dan mengembangkan blockchain TON, merilis “secara independen” semua kode blockchain itu dengan nama berbeda yakin “TonOS”. Sejumlah programer dan developer kini bisa menggunakannya, kendati belum mencapai tahap main net juga.
Sejak Oktober 2019, SEC telah menuduh bahwa penjualan aset kripto Gram senilai US$1,7 miliar pada tahun 2018 di AS merupakan penawaran sekuritas (modal) yang ilegal.
Meskipun Telegram membantah tuduhan itu, SEC merontokkan satu demi satu proyek tersebut, agar Telegram menunda peluncuran jaringan blockchain itu. Telegram pun akhirnya terpaksa berjanji mengembalikan uang investasi pada 30 April 2020 lalu.