Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menyampaikan bahwa aktivitas transaksi kripto di Bali saat ini berjalan secara terbuka. Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bamsoet mengungkapkan bahwa nilai transaksi dalam kegiatan ini telah mencapai ratusan triliun rupiah.
Ia menambahkan bahwa peningkatan aktivitas tersebut bertepatan dengan konflik antara Rusia dan Ukraina. Banyak pihak yang memilih untuk mengamankan dananya dengan mengonversinya menjadi aset di Bali melalui transaksi kripto.
“Ketika perang Rusia dan Ukraina terjadi, banyak dari mereka yang pindah ke Bali. Mereka membeli aset dalam jumlah besar sebagai upaya untuk menyembunyikan dana mereka,” jelas Bamsoet.
Baca juga : Lewat “SеmеtоnMеlеkCrурtо” Bali United Kenalkan Para Fans Dengan Kripto
Menurut Bamsoet, tindak kejahatan kini telah bergeser ke arah yang lebih modern dengan memanfaatkan teknologi kripto. Sifat pseudonim dan kecepatan transaksi yang hampir real-time membuat para pelaku dapat melakukan transaksi dengan lebih sulit dilacak. Bamsoet pun mempertanyakan langkah yang diambil PPATK untuk mengatasi hal ini, mengingat tren penggunaan kripto untuk pembayaran ilegal semakin marak.
Ia menekankan bahwa jika kripto menjadi alat pembayaran ilegal, penegak hukum akan mengalami kesulitan dalam melakukan operasi tangkap tangan (OTT) karena tidak ada bukti fisik yang bisa dijadikan dasar penangkapan.
PPATK Klaim Miliki Teknologi Canggih untuk Lacak Transaksi Kripto
Wakil Ketua Komisi III, Ahmad Sahroni, mendukung pernyataan Bamsoet mengenai tantangan pengawasan aset kripto. Menurutnya, dengan aset kripto seperti Bitcoin, seseorang bisa membeli properti bernilai ratusan miliar hanya melalui ponselnya tanpa harus memenuhi persyaratan transaksi formal.
Di Indonesia, penggunaan kripto sebagai alat pembayaran masih dilarang berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Oleh karena itu, transaksi kripto yang digunakan sebagai alat pembayaran dianggap ilegal dan melanggar hukum.
Namun, Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, mengungkapkan bahwa PPATK kini memiliki alat canggih yang mampu melacak aliran aset kripto hingga ke tingkat pertukaran (exchanger). “Kami dapat mengidentifikasi pergerakan aset kripto dari satu wallet ke wallet lainnya. Namun, saat menyentuh exchanger yang berada di luar yurisdiksi Indonesia, ada kendala hukum. Tetapi selama exchanger tersebut ada di dalam negeri, kami bisa menghentikan transaksinya,” ujar Danang.
Danang juga menambahkan bahwa PPATK telah berhasil melacak aliran dana sebesar Rp1,8 triliun yang dikonversikan ke kripto, di mana sebagian besar berasal dari tindak pidana penipuan.
Baca juga : Bangkrut Rp 150 Triliun, Bos Kripto 3AC Healing di Bali